Beranda

Friday, January 22, 2010

Menggapai Puncak Pyramid Raung (3332 mdpl)

Kamis, 7 Januari 2010

Kesempatan liburan kali ini aku manfaatkan untuk mendaki gunung raung bareng 3 orang temanku yaitu Imam (Arismaduta) , Brainca dan Faris dari Siklus. Maka hari kamis pagi aku bersiap-siap untuk packing barang-barang. Waktu semakin cepat berlalu tak terasa hari sudah beranjak siang. Kala itu aku belum menadpat pinjaman kaera digital. Dan aku pun berinisiatif untuk meminjam kamera ke sejmlah teman-temanku. Akhirnya aku mendapat pinjaman kaera digital dari salah seorang temanku yang bernama Budi. Setelah itu aku menuju ke Toko Endang Keputih untuk membeli sebuah jerigen dan baterai untuk kamera digital. lalu aku berjibaku mengejar waktu karena sebentar lagi kereta Sritanjung jurusan Banyuwangi akan tiba di Stasiun Gubeng. Aku diantarkan oleh Wira temenku dari Teknik Fisika naek sepeda motor menuju Stasiun Gubeng. Di tengah perjalanan di depan RS DR.Soetomo, aku membeli sebuah matras di salah satu toko outdoor. Akhirnya pada pukul 14.45 Aku tiba di Stasiun Gubeng, dimana teman-temanku yang laen sudah menanti dengan omelan dan caci maki.hahaha... maaph telat.. :)

Pos Pendakian Gunung raung

Jumat 8 Januari 2010, kami berempat (aku, imam, brainca dan faris) akan berencana untuk mencapai puncak Gunung Raung sisi utara, kami melaluinya dari jalur di Desa Sumber Wringin (Bondowoso) karena jalur ini adalah jalur yang paling sering digunakan sebagai rute pendakian. Dari arah Bondowoso kami menuju ke Wonosari dengan minibus lalu kami teruskan menuju ke desa Sukosari . Dari desa Sukosari kita teruskan ke desa Sumber Wringin dengan naik kendaraan angkutan pedesaan. Perjalanan membutuhkan waktu 1,5 jam.



Akhirnya kami sampai di pos pendakian Raung pukul 09.00 BBWI. Setelah itu kami melakukan registrasi yang ternyata cukup membayar lima ribu saja. Dari fasilitas yang ada, mungkin inilah pos pendakian termewah yang pernah kami jumpai selama pendakian yang kami jalani. Fasilitas yang ada cukup lengkap, mulai dari kamar mandi yang terdapat shower, kamar sewaan yang berisi TV, lemari es kecil dan rak meja. Kami lalu berpamitan kepada ibu pemilik rumah untuk berangkat ke puncak raung. Setelah itu kami memutuskan untuk berjalan saja menuju ke pos pertama (Pondok Motor), karena ongkos ojek kesana cukup mahal yaitu 30 ribu per orang. Kami lalu mengisi air di salah satu rumah penduduk di dekat masjid Sumber Wringin karena tidak terdapat sumber air di jalur pendakian raung. Kebetulan hari itu adalah hari jumat, kami yang beragama islam menunaikan sholat jumat di masjid tersebut. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan melewati perkampungan terakhir dan akhirnya melalui jalan setapak yang terdapat perkebunan kopi dan hutan pinus milik perhutani. Pondok Motor dapat ditempuh selama kurang lebih 4 jam dengan berjalan kaki. Akhirnya pada pukul 14.00 kami sampai di Pondok Motor. Kami berempat lalu menyantap nasi bungkus yang kami beli di warung area pasar Sumber Wringin. Target kami adalah sampai ke Pondok Angin sebelum jam 12 malam. Namun jika tidak memungkinkan kami akan menginap di Pondok Tonyok (Pos 3).


Perjalanan kembali kami lanjutkan menuju pos selanjutnya yaitu Pondok Sumur. Dari Pondok Motor perjalanan pendakian mulai melewati tegalan sepanjang 0,5 Km ke arah Barat Daya. Pada perjalanan ke arah Pondok Sumur yang harus diperhatikan adalah jika menemui percabangan berarti kami harus mengambil jalur ke arah kanan, karena jalur yang kekiri adalah jalur menuju Gunung Suket (2950 mdpl). Konon banyak pendaki yang tersesat di jalur Gunung Suket ini. Dengan berbelok ke kanan, perjalanan kami lanjutkan dengan menembus hutan pinus. Di sini jalan setapak masih terlihat jelas dan terasa datar, hal ini disebabkan banyaknya ranting-ranting yang dikumpulkan penduduk untuk dijadikan kayu bakar. Rute panjang yang cukup melelahkan karena perjalanan diisi jalan setapak yang mulai tak terlihat jelas. Pada rute ini sangat bervariasi dari hutan tropis yang rapat, tanjakan tinggi, turunan curam disertai tikungan, hingga
beberapa jalan datar. Jarak tempuh Pondok Motor menuju Pondok Sumur (1800 mdpl) inilah rute terpanjang dari Gunung Raung, entah berapa bukit yang telah kami lalui hingga pada pukul 18.20 kami sampai di Pos tersebut. Malam indah dan mencekam karena aku menyadari hanya kami berempat pada saat itu di Gunung Raung.

Kami hanya singgah sesaat di Pondok Sumur dan kembali melanjutkan perjalanan ke pos selanjutnya yaitu Pondok Tonyok. Perjalanan mulai menanjak dan mulai menantang nyali kami, karena jalur yang kami lalui menerobos semak perdu yang tingginya sekitar 3 meter. Nyali kami mulai ciut ketika kami menyadari bahwa perjalanan yang kami lalui seakan tanpa ujung dan akhirnya kami memutuskan menginap di tempat datar yang berada di tengah perjalanan menuju Pondok Tonyok. Pos ini kami beri nama pos bayangan 2 karena sebelumnya kami singgah sesaat untuk menunaikan sholat maghrib di pos bayangan 1 sebelum pos pondok sumur. Kami mulai membagi tugas, 2 orang mendirikan tenda dome dan 2 orang lagi memasak untuk makan malam.

Sabtu 9 Januari 2010
Kami membuka mata sekitar pukul 05.30 dan segera memasak untuk sarapan pagi. Setelah itu pada pukul 08.45 kami melanjutkan perjalanan yang tertunda ke Pondok Tonyok. Ternyata setelah 30 menit berjalan kmaipun sampai di Pondok Tonyok (2215 mdpl). Pos ini berupa dataran yang cukup untuk mendirikan 4-5 tenda dome dan vegetasi di sekitarnya agak tertutup. Kami hanya istirahat sejenak di pos ini dan segera melanjutkan perjalanan ke Pondok Demit. Setelah sekitar 45 menit berjalan melewati hutan cemara dan pakis - pakisan dan padang rumput, pada pukul 09.50 kami sampai di Pondok Demit (2360 mdpl). Kami tidak tahu mengapa pos yang membuat bulu kuduk merinding ini dinamakan sedemikian rupa. Kami istirahat melepas beban di pos ini, kemudian dari Pondok Demit kita menuju ke Pondok Mayit (2800 mdpl) yang menurut referensi memakan waktu sekitar 1 jam. Namun anehnya setelah kurang lebih 2, 5 jam berjalan, pada pukul 11.32 kami sampai di sebuah tanah datar dimana terdapat sebuah pohon yang terdapat plang besi bertuliskan Pondok Angin!! Lalu dimanakah gerangan pos Pondok Mayit? Apakah terlewati begitu saja, kami tak tahu. Mungkin saja plang besi yang bertuliskan pondok itu hilang atau terjatuh. Tapi kami tidak ambil pusing dengan keberadaan Pondok Mayit. Kami malah bersyukur karena telah sampai di Pos terakhir. Pondok Angin yang merupakan perbatasan hutan dengan batuan di sekitar puncak pada ketinggian 2.900 m.dpl, disini kami menaruh ransel-ransel kami untuk ditinggalkan menuju puncak raung. Karena menurut referensi jalur yang kami lalui diatas sangat ekstrimdan tidak memungkinkan untuk membawa barang-barang yang berat. Jadi kami hanya membawa barang-barang yang diperlukan saja dan bekal untuk makan siang. Dari pondok Angin kami berjalan melewati jalur bebatuan yang tampaknya merupakan aliran air atau mungkin saja bekas aliran lava pada jaman dahulu.

Bunga Cantik Edelweis (Anaphalis javanica)
Puncak Gunung Raung 3.332 (m dpl), itulah puncak yang sebentar lagi akan kami tuju. Sekarang kami tengah berada di batas vegetasi setelah 15 menit berjalan dari pos Pondok Angin, pos terakhir menjelang puncak raung. Hujan gerimis dan kabut yang dingin menerpa tubuh kami yang mulai letih. Dari tugu in memoriam Deden Hidayat (pendaki asal Bandung yang tewas tergelincir ke jurang kawah) kami mulai mendaki menapaki jalur bebatuan kaldera yang licin dan menanjak. Semakin dekat dengan puncak, jalur pendakian semakin ekstrim. Kami melalui jalur yang hanya selebar 5-10 cm, dimana di kanan kirinya terdapat jurang yang menganga. Dan akhirnya setelah kurang lebih 1 jam berjalan dari batas vegetasi, Kami berhasil mencapai bibir kawah raung pada pukul 12.30 BBWI. Pemandangan indah yang sangat eksotis dari sekeliling kaldera raung tak kami sia-siakan. Kamipun mengabadikan moment indah tersebut melalui kamera digital yang kami bawa. Namun sayangnya cuaca pada saat itu masih tertutup kabut. Jika misalnya cuaca cerah kita dapat melihat dengan jelas Gunung Argopuro di sebelah barat dan Pulau Bali di sebelah timur. Gunung raung berada dalam jajaran Pegunungan Ijen dan termasuk sebagai gunung berapi yang masih aktif dengan tipe stratovolcano, mempunyai kaldera di puncaknya yang berbentuk lingkaran (circular), Kaldera Gunung Raung mempunya dimensi luasan sekitar 750 m x 2,250 m dan masih selalu mengeluarkan asap dan semburan api. Tercatat sejak tahun 1593 telah mengalami letusan sebanyak 57 kali.

Perjalanan yang kutempuh belum berakhir. Walaupun sangat berbahaya dan tidak ada dari kami yang berinisiatif untuk mencapai puncak pyramid, aku memutuskan sendirian untuk mendaki puncak pyramid tersebut. Puncak ini adalah puncak tertinggi di jalur utara yang berketinggian 3332 mdpl. Ada puncak lain yang lebih tinggi namun berada di jalur selatan yang berketinggian 3347 mdpl. Puncak ini dinamakan puncak sejati yang hanya bisa dilalui lewat jalur kalibaru dan glenmore dari sisi selatan yang memakan waktu 6 – 10 hari perjalanan. Jalur berbatu di tepian kaldera raung pada saat itu sangat licin, karena baru saja terguyur hujan gerimis. Aku berjalan perlahan menyusur tepian kaldera dengan hati-hati. Akhirnya dengan selamat akupun berhasil mencapai puncak pyramid raung pada pukul 13.05. Seketika itu juga aku langsung sujud syukur atas nikmat dan keberhasilan yang aku capai tersebut. Setelah itu aku turun ke bibir kawah, tempat kami berkumpul dan sejenak makan siang bersama teman-teman yang lain. Namun tiba-tiba kabut dan angin kencang yang membawa uap belerang dari dasar kawah menyapa kami. Akhirnya kami memutuskan untuk turun ke pos pondok angin untuk mengambil tas ransel yang kami tinggalkan di sana.

Waktu telah menunjukkan pukul 15.00 BBWI. Cuaca pada saat itu sedang gelap karena kabut dan turun hujan gerimis. Segera kami meninggalkan pos tersebut untuk turun menuju ke pos pendakian yang berada nun jauh di bawah sana. Entah kapan kami akan sampai ke pos tersebut, karena jalur yang ditempuh untuk turun masih sangat panjang dan berliku. Perlahan tapi pasti, setelah melalui berbagai halangan dan rintangan pos pondok mayit, pondok demit, pondok tonyok, pondok sumur dan akhirnya pondok motor telah kami lalui. Di perkampungan yang dekat dengan pos pendakian, kami disambut dengan anjing-anjing besar milik penduduk yang menyalak keras ke arah kami. Kamipun tiba di pos perijian pendakian raung pada pukul 00.30 dini hari setelah kurang lebih sembilan setengah jam berjalan dari pos pondok angin. Kami kemudian beristirahat di salah satu ruangan yang telah disediakan oleh ibu pemilik pos pendakian.

Hawa dingin udara pagi menyambut kami di hari minggu yang cerah. Kami berempat (Zain, Brainca, Faris dan Imam) segera berkemas untuk kembali pulang ke Surabaya. Kemudian kami berpamitan kepada Bu Parman,Ibu pemilik rumah yang digunakan untuk pos pendakian. Gunung raung dan segala keeksotisannya akan jadi sebuah pengalaman yang berkesan dan tak terlupakan bagi kami. (zbif)

Foto2 Pendakian Raung-ku













slideshow

Fotoku

Fotoku
lagi ikut lomba birdwatching

Islamic Web Category

Powered By Blogger